Tiga hari yang lalu, Selasa (28/10/2014), sidag paripurna ke – 7 Dewan Perwakilan
Rakyat digelar. Seperti yang telah sama-sama kita fahami. Seyogyanga sidiang
DPR itu, adalah sidang denga orang-orang yang membahas segala macam yang
berkaitan dengan rakyat. Bukan sidang yang mempersoalkan untung-rugi
perindividu, atau instansi tertentu. Karena mereka terpilih, bukan untuk
menjadi tuan rakyat. Akan tetapi sebagai wakil rakyat. Yang diberi amanah untuk
mengurus kesejahtraan dan kelangsungan hidup rakyat.
Sidang kemarin,
dalam agendanya adalah membahas mengenai Penetapan nama-nama anggota fraksi pada alat
kelengkapan dewan. Kekisruhan sebenarnya sudah terjadi pada menit-menit awal.
Sungguh memalukan. Selama dua jam, sidang hanya membahas kata-kata “bodoh” yang
dilontarkan oleh seorang profesor anggota fraksi, kepada piminan sidang.
Berlanjut dengan pembolékéran masalah privasi partai sendiri, antara sesama
kawan serumah itu. Hingga memuncak, ketika ada seorang anggota sidang yang menggulingakan meja
sidang, sambil marah-marah. Belakangan diketahui, bahwa pelakunya adalah Hasrul
Azhar, ketua fraksi partai yang berlambang ka’bah.
Sungguh
kengerian yang benar-benar. Perilaku tersebut tidak patas sedikitpun untuk
dilakukan, oleh seseorang yang mengenyam kursi pendidikan. Ironisnya kejadian
yang sudah-sudahpun, adalah gambaran ketidakpantasan perilaku buruk, orang-orang
yang konon mengenyam pendidikan setinggi langit ini. Dalam Harian Umum Pikiran
Rakyat, tercatat bahwa insiden “dorong meja” selasa kemarin itu, bisa disebut paling ricuh & tidak terhormat sepanjang sejarah.
Ini menjadi
ibroh tersendiri bagi kita sebagai rakyat, khususnya ummat islam, bahwa tak
boleh sembarangan menjudge seorang itu baik atau buruk dari tampilannya, atau
berdasarkan seberapa tinggi ia sekolah. Orang-orang yang ada di kursi-kursi DPR
itu tentunya adalah orang-orang yang berpendidikan. Yang entah setinggi apa
gelarnya. Akan tetapi terbukti, ketika dalam sidang, mereka selalu rebut tak
control, bila mana ada kebijakan atau keputusan yang tak sesuai dengan
keinginan mereka. Malah ini hampir terjadi seperti pertengkaran antara anak
kecil yang saling berebut permen. Alih-alih mereka itu adalah publik figur, yang menjadi sorotan dan
harusnya menjadi tauladan yang baik, ini malah memperburuk citra diri dengan
berprilaku seperti itu.
Allah sendiri telah menginformasikan kepada kita dalam Al
– Quran, bahwa hambanya yang pa;ing baik & yang paling mulya di matanya,
hanyalah yang bertaqwa kepadanya (QS: Al – Hujuraat: 13
), bukan yang tinggi sekolahnya, atau yang rapih tampilannya, bukan pula yang
tinggi jabatan duniawinya. Bisa saja seorang petugas kebersihan yang
tiapharinya membersihkan sampah di jalanan, karena ia bekerja dengan ikhlas,
dan penuh berusaha bertaqwa, ia lebih mulia ketimbang seorang pejabat yang
konon seorang provesor, yang telah berkali-kali bolak-balik ke Masjidil Haram.
Jadi ingat sebuah lirik dalam lagunya band Sisir Tanah, “sekawanan ayam
lewat dengan lebih sopan, dari pada sekumpulan pejabat”, memang tak
semuanya seperti demikian, bagi kita, sebagai masyarakat yang peka & melek
terhadap segala peristiwa, seyogyanga untuk menjadikan segala macam peristiwa
yang terjadi, ibrah & mau’idzoh bagi kita. Fa’tabiru yaa uulil abshaar. Wallahu
a’lamu. (FAG)***
*) Ieu Tulisan, keur harita Tugas nyieun berita.
0 komentar:
Posting Komentar