Sabtu, 25 Juli 2015

Pengelolaan Media Massa Islam dan Pembacanya - Esai Abdurrahman Wahid



“Pengelolaan Media Massa Islam dan Pembacanya”

Oleh: Abdurrahman Wahid

Media massa Islam telah membuktikan kehadiran dirinya dalam kehidupan bangsa Indonesia sejak permulaan abad ini, yaitu semenjak media khalayak dikenal di kawasan ini. Salah satu sebabnya adalah kebutuhan untuk menampilkan pemikiran baru yang berkembang di bidang agama di kalangan kaum muslimin Indonesia. Baik sebagai sesuatu yang berkembang dari inisiatif sendiri, maupun sebagai umpan balik bagi pemikiran yang datang dari atau berkembang di luar kawasan Nusantara, apa yang dipikirkan para pemikir muslim di negeri ini memerlukan penyaluran, oleh karenanya media massa Islam lahir hampir bersamaan dengan munculnya organisasi-organisasi Islam sejak semula.
Ada dua jenis pemikiran yang ditawarkan oleh media massa Islam waktu itu. Pertama, pemikiran tentang hukum agama, biasanya dalam bentuk tanya-jawab masalah-masalah keagamaan (masa-il diniyyah). Adakalanya tanya-jawab dituangkan dalam bentuk pemberian informasi belaka, namun adakalanya juga dituangkan dalam bentuk polemik dengan pandangan-pandangan lain dari pihak yang saling bertentangan. Masing-masing pandangan hanya membenarkan pendapat sendiri, dan meremehkan (bahkan menyalahkan) pendapat orang lain dalam masalah rincian ibadah (masa-il furu’iyyah). Bentuk lain dari penawaran media massa Islam di negeri ini adalah penyajian pemikiran-pemikiran makro tentang kehidupan beragama dan bermasyarakat kaum muslimin, termasuk pandangan-pandangan yang dianggap mewakili Islam tentang negara dan sebagainya. Kalau terjadi perdebatan dalam pikiran yang disajikan, maka biasanya terjadi antara mereka yang melihat realisasi ajaran agama adalah kehidupan masyarakat dalam konteks formal, dan mereka yang justru menampilkan kerangka kehidupan beragama yang tidak berdasarkan acuan keagamaan sama sekali.
Dari jenis kedua yang disajikan media massa Islam di masa lampau, dapat diikuti kembali melalui dokumentasi pers kita. Perdebatan sangat lama antara Bung Karno dan Muchlis, nama samara Moh. Natsir, tentang bentuk negara yang seharusnya didirikan, jika Indonesia telah mencapai kemerdekaan nantinya. Perdebatan di tahun-tahun tigapuluhan itu diikuti oleh masyarakat dengan tekun dan penuh perhatian. Begitupun perdebatan Bung Karno dengan Agus Salim. Juga para pemikir muslim dengan pemikir sosialis seperti Tan Malaka. Masyarakat merasa terikat dengan para pengelola media massa Islam di waktu itu, karena masalah-masalah makro maupun kasus-kasus mikro yang disajikan merupakan kebutuhan mereka sendiri. Masalah-masalah makro, karena akan menentukan masa depan bangsa dan negara, jadi mengenai nasib bersama seluruh warga masyarakat. Kasus-kasus mikro, seperti masalah-masalah hukum agama, diminati karena masyarakat sendiri memang masih memerlukan informasi cukup dan karena fragmentasi pandangan keagamaan warga masyarakat masih sangat luas liputannya.
Apa yang dikemukakan di atas menunjukan pentingnya arti identifikasi permasalahan oleh masyarakat yang diharapkan menjadi pembaca media massa yang diterbitkan. Hal-hal lain yang sering diabaikan, tanpa ada akibat negatif atas diri media massa Islam itu sendiri. Sisi pemasaran media massa Islam itu sendiri sangat diabaikan. Kesemuanya itu tidak membawa akibat negatif apapun atas kehadiran media massa Islam di masa itu.
Namun keadaannya sudah sangat berubah di saat ini. Tuntunan akan keapikan teknis dan wajah estetis jelas harus memperoleh perhatian tersendiri, kecuali oleh media kalangan terbatas (yang juga mungkin memiliki sirkulasi cukup luas, seperti “Al-Muslimun” dari Bangil atau “Aula” dari pengurus wilayah NU Jawa Timur saat ini). Kemampuan menjajakan media massa Islam melalui teknik-teknik pemasaran dan kecanggihan administratif yang memadai (seperti berbagai sayembara berhadiah peluang melakukan ibadah haji atau umroh dan sebagainya). Itupun masih belum memberikan jaminan akan daya tarik kuat media massa Islam yang bersangkutan, karena masih ada sisi lain yang masih sangat kurang memperoleh perhatian saat ini. Teknik cetak yang modern, yang mampu menghasilkan tata warna yang indah dan jelas, dikombinasikan dengan teknik tatap muka yang nyaman bagi mata pembaca, juga sangat menentukan laku atau tidaknya media massa Islam bagi kalangan kelompok pembaca yang diharapkan. Demikian juga penyajian dalam ungkapan bahasa yang benar, segar dan enak dibaca, merupakan hal yang mendapatkan penilaian tersendiri dari para pembaca. Terakhir, hadirnya nama-nama beken sebagai penulis atau narasumber.
Namun, kesemuanya itu adalah sarana penyajian bagi sesuatu yang lebih substansial bagi pembaca. Pembaca mencari media massa Islam adalah untuk mencari jawaban bagi hal-hal yang dipikirkan, dibutuhkan atau direfleksikan. Dengan demikian, faktor isi yang disajikan media massa Islam, tetap merupakan dasar bagi perhatian pembaca. Namun, corak dari penyajian isi itu memiliki beberapa ciri tersendiri. Salah satu di antaranya adalah rentang perhatian (span of interest) pembaca saat ini sudah menjadi sangat pendek, sehingga polemik berkepanjangan, yang berlangsung berbulan-bulan, tidak begitu saja dapat menarik perhatian pembaca. Demikian juga, diferensiasi permasalahan juga sudah menjadi begitu tajam dan terinci. Sehingga hal-hal umum saja dalam isi yang disajikan akan terasa membosankan. Demikian pula, sisi human interest dari isi yang disajikan merupakan hal yang harus ditonjolkan dalam porsi cukup besar.
Dalam konteks ini, sebuah segi yang mutlak memerlukan perhatian adalah orientasi media massa Islam yang ditawarkan kepada para pembaca. Orientasi yang jelas akan mengikat seluruh tulisan dan gambar yang disajikan pada satu acuan yang jelas dan konsisten, sehingga tidak membingungkan pembaca.
Parabot Dakwah (Gambar dari saripedia.wordpress.com)
Jika salah satu media massa Islam menampilkan di satu halaman tulisan tentang sikap rasional dari Islam, kemudian di halaman lain yang tampil justeru kesempitan pandangan Islam, tentu akan berakibat terganggunya konsentrasi pembaca. Hal ini boleh dikata baru difahami oleh bagian sangat kecil dari dunia media massa Islam di negeri kita dewasa ini. Konsistensi sikap, kualitas pemikiran dan jangkauan  pandangan yang ditampilkan media massa Islam akan merupakan persyaratan mutlak (condition sine qua non) di masa depan, karena saat inipun sudah dituntut oleh para pembaca secara masif (seperti terlihat dari isi surat-surat pembaca dan pendapat pembaca yang dimuat media massa Islam sendiri saat ini).
Dari apa yang diuraikan di atas, menjadi jelas bagi kita, bahwa hubungan antara pengelola media massa Islam dan kalangan pembacanya tengah mengalami perubahan corak dan wataknya. Hubungan itu semakin bersifat lugas, dalam arti tuntutan pembaca adalah penentu keberhasilan media massa Islam itu sendiri untuk tetap bertahan. Dengan demikian, profesionalisme jurnalistik para pengelola itu merupakan jaminan akan kesetiaan para pembaca kepad media massa Islam.
Di sisi lain, penyebaran geografis para pembaca, dan dengan demikian penyebaran kultural mereka, mengalami perkembangan sangat kompleks, sehingga penyajian isi harus memperhitungkan hal itu. Para pengelola dituntut untuk mengetahui lebih mendalam perasaan, minat dan perhatian pembaca yang semakin beragam itu. Tanpa memperhatikan hal itu, dengan hanya memperhatikan kebutuhannya sendiri, hubungan pengelola media massa Islam dengan pembacanya, baik yang aktual maupun potensial, akan menjadi sangat jauh.
Jelas lah dari uraian di atas, bahwa eratnya hubungan antara pengelola media massa Islam dan kalangan pembacanya sangat ditentukan oleh kemampuan para pengelola itu sendiri untuk menangkap dengan tepat kebutuhan para pembaca, dan merefleksikan kebutuhan itu dalam apa yang disajikan melalui media massa Islam itu sendiri. Hal-hal lainnya hanyalah merupakan sisi penunjang bagi keharusan sangat mendasar ini. Hubungan yang tumbuh akan menjadi sesuatu yang matang dan erat karena ada kejelasan fungsionalisasi di lingkungan media massa Islam.***
(1.19.1989)

(Sarasehan sk. Pikiran Rakyat. Bandung, 06 Oktober 1989).

0 komentar:

Posting Komentar